selamat datang


Senin, 28 Februari 2011

Giliran Bahrain Jadi Pusat Revolusi di Arab

Ribuan demonstran mengambil alih alun-alun utama Ibukota Bahrain mulai Selasa 15 Februari 2011. Mereka berkemah dan memasang bendera di lapangan negeri kerajaan pulau itu.

Selasa ini menjadi hari kedua demonstrasi mendesak reformasi politik di kerajaan itu. Sudah dua demonstran tewas, sementara parlemen sedang tak berdaya karena diboikot oposisi.

Pihak keamanan hanya bisa mengawasi aksi demonstran yang mengejek kepemimpinan Sheik dan menuntut pengurangan wewenang kerajaan dalam beberapa masalah kunci dan posisi pemerintahan.

"Saya menuntut setiap rakyat Bahrain harus memiliki sebuah rumah dan pekerjaan," kata mahasiswa Iftikhar Ali (27), yang bergabung di Alun-alun Mutiara itu. "Saya percaya pada perubahan," katanya.

Alun-alun Mutiara yang bersisian dengan laut ini kemudian mereka namakan "Alun-alun Nasional." Baliho bertuliskan "Damai" yang juga kerap terlihat di Alun-alun Tahrir, Kairo, Mesir, juga tampak berkibar. "Tak ada Sunni, tak ada Syiah. Kami semua rakyat Bahrain," mereka berteriak di alun-alun yang memiliki sebuah monumen mutiara raksasa berukuran 90 meter itu.

Meski mayoritas Syiah (70 persen dari 500.000), yang berkuasa di Bahrain adalah dari Sunni. Mereka berkuasa berkat dukungan kerajaan yang sudah memerintah selama dua abad. Penguasa terus berupaya mengimbangi Syiah dengan memberikan kewarganegaraan pada orang-orang dari negeri tetangga yang Sunni. Dan mereka diberi keistimewaan mendapatkan pekerjaan yang berkaitan dengan keamanan.

Isu kunci dari demonstrasi ini, selain masalah ekonomi, adalah pembebasan semua tahanan politik, pemilihan kabinet dan pencopotan perdana menteri Sheik Khalifa bin Salman Al Khalifa.

Menteri Dalam Negeri Bahrain Letnan Jenderal Rashid bin Abdulla Al Khalifa mengungkapkan duka cita dan simpati mendalam atas korban yang tewas dalam demonstrasi. Jenderal itu juga menyatakan kematian akan diusut dan pelaku akan diseret jika memang terbukti menggunakan kekerasan berlebihan atas demonstran. Penguasa Bahrain juga menjanjikan US$2.700 untuk setiap keluarga korban dan berjanji melonggarkan cengkeraman negara atas pers.
Bahrain menjadi negara berikutnya yang terkena imbas gelombang demokratisasi di Tunisia yang berakhir dengan kejatuhan Presiden Ben Ali. Mesir kemudian menyusul dengan kejatuhan Hosni Mubarak. Beberapa negara juga sedang bergejolak setelah Tunisia seperti Yaman, Aljazair, Yordania dan Iran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar